Seputarmadura.com, Sumenep, Kamis 28 Mei 2020- Sudah 2 (dua) bulan lebih sejak 20 Maret hingga saat ini tempat wisata di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, ditutup dengan alasan untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona atau Covid-19.
Kondisi ini memercikkan kecemburuan di kalangan Paguyuban Pelaku Usaha Pariwisata di Sumenep. Dan mereka pun mulai angkat bicara.
Juru Bicara Paguyuban Pelaku Usaha Pariwisata Sumenep, Syaiful Anwar, mengaku sangat menyayangkan keputusan plin-plan dan sepihak Bupati Sumenep. Bahkan Bupati Sumenep pada press conference pasien Covid-19 tanggal 27 Mei 2020, sempat menyatakan bahwa tempat Pariwisata tetap harus ditutup.
“Hal ini menimbulkan kesan keputusan sepihak dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep. Pada bulan Maret 2020, 3 surat yang dilayangkan oleh Polres Sumenep, Satpol PP, dan Disparbudpora Sumenep berbeda arahan; Polres dan Satpol PP menghimbau tutup kalaupun buka hanya sampai jam 21.00, sedangkan Disparbudpora meminta tutup untuk Kafe dan tempat wisata,” ujarnya.
Pada akhirnya, beberapa lebih memilih tutup untuk kepentingan bersama dan membantu pemerintah walaupun pada akhirnya untuk buka kembali menjadi sulit. Dampaknya, PHK atau merumahkan karyawan pilihannya.
Data awal yang dihimpun Paguyuban, untuk karyawan Hotel, Kafe, Tempat Wisata di Sumenep sudah mencapai 534 orang yang dirumahkan. Jika diasumsikan sebagai kepala keluarga yang menunjang ekonomi rumah tangga dengan tanggungan minimal 3 orang saja maka akan ketemu jumlah 2.136 orang sebagai kelompok ekonomi rentan dan keluarga terdampak Covid-19.
“Data ini hanyalah gelombang pertama terdampak, jika semakin lama tidak ada kejelasan tidak dapat dipungkiri bisa mencapai angka lebih 20.000 orang. Padahal dalam Pasal 28A Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) yang berbunyi setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya, nampaknya mulai buram,” tandasnya.
Ia meminta Bupati Sumenep agar bersikap bijak terhadap para pelaku pariwisata dengan membuka kembali tempat wisata.
Seandainya dari awal pemerintah mau tegas itu akan lebih elok. Tutup semua tempat pengumpul massa, baik tempat wisata, restoran, rumah makan, pabrik, hotel, kafetaria, kantin, warung, depot, bar, pujasera, toko roti, catering, semuanya kan obyek pajak dan tempat orang berkerumun.
“Kesannya kan tebang pilih. Seharusnya satu sektor ditutup, ya di tutup semua demi Covid-19. Tapi ini kan tidak,” ungkapnya.
Saat ini Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf RI) Wishnutama dalam konferensi pers pada 16 Mei 2020 menyatakan bahwa “Kita harus menormalkan sektor pariwisata kita lebih cepat. Kita harus sepenuhnya menyadari bahwa pariwisata adalah tulang punggung perekonomian” dalam kesempatan yang sama Wishnutama Kusubandio mengajak industri pariwisata menerapkan protokol kesehatan untuk menyambut new normal di sektor pariwisata pascapandemi Covid-19 usai.
Anwar berharap ada ketegasan dari Pemkab Sumenep. Jika mau buka, buka sekalian dengan semua dilengkapi protokol Covid-19 yang sudah diedarkan, jika ada yang tidak patuh tutup saja. Atau pilihan kedua, tutup semuanya tanpa pandang bulu, tak ada lagi kafe yang dibuka, tak ada lagi rumah makan, pabrik, kantin, depot, toko roti, tempat wisata yang dibuka. Semua wajib tutup hingga selesai pandemi Covid-19.
“Seharusnya, Pemerintah Kabupaten Sumenep bersikap bijak, bukan hanya untuk membela anggaran dan kepentingan yang menguntungkan segelintir pihak,” tukasnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pariwisata, Budaya, Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) Sumenep, Bambang Irianto, menyatakan, jika objek wisata tetap diimbau tutup pasca Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah, karena masih ditengah situasi pandemi Covid-19.
“Objek Wisata di Sumenep memang kita imbau untuk tetap tutup demi memutus rantai penyebaran Covid-19, walaupun saat ini suasana lebaran,” pungkasnya.(Rls)