Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Sumenep Idra Wahyudi mengatakan, prinsipnya peraturan yang dibuat oleh pemerintah demi kemaslahatan bersama. Namun, mekanisme pemberian bantuan dinilai sangat rumit.
”Sekarang aturan alakikasi bansis dan hibah semakin rumit, tidak seperti kertiak dulu masa Pak SBY, yang penting legalitas kelembangaan jelas, kelompoknya jelas, dan memenuhi kriteria maka langsung cair,” katanya.
Dikatakan, pemberlakuan BH bagi Poktan masih menjadi tanda tanya, pasalnya diantara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah tingkat satu Provinsi Jawa Timur tidak sama.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur menilai Poktan tidak usah menggunakan BH, lantaran legalitasnya jelas. Sementaran pemerintah pusat menganggap Poktan apabila akan menerima bantuaan harus ber BH minimal berumur tiga tahun.
”Saat melakukan rapat, kami melontarkan pertanyaan soal BH. Semua jabawan masih kontra produktif. Dari biro hukum Jatim menanggapi tidak ada istilah kelompik tani ber BH, sementata dari kemendagri mengatakan harus ber BH,” jelasnya.
Dikatakan, akibat persoalan tersebut dinilai membuat polemik baru, khususnya bagi poktan. Sebab, untuk membuat BH poktan harus mengeluarkan biaya cukup mahal, anatara kisaran Rp1,7 hingga Rp2 juta.
”Kami juga telah melakukan konsultasi ke Kemendagri, hasilnya Poktan tidak harus ber BH. Karena keberadaan mereka sudah diakui dengan bukti sertifikat kelompok dan teregistrasi dari institusi pemerintahan yang diakui,” tegasnya.
Kepala Bidang Perkebunan Dishutbun Sumenep, Joko Suwarno membenarkan hal itu. Meskipun bantuan permodalan sangat dibuthkan oleh petani, namun tidak bisa berbuat banyak. Karena mikanisme yang ditetapkan oleh pemerintah sudah tidak diperbolehkan.
Oleh sebab itu, Dishutbun tahun depan akan memberikan bantuan kepada pokan berupa pembuatan BH. ”Tahun depan kami programkan pembuatan BH bagi poktan, sasarannya sebanyak 100 poktan,” tegasnya. (Jd)