Seputar Madura, Sumenep (29 Juli 2016- Kebijakan Pemerintah (Pemkab) Sumenep, Madura, Jawa Timur merelokasi pedagang kaki lima (PKL) terus menuai kritik dari sejumalah kalangan. Tak terkecuali dari Pengamat Hukum asal Kabupaten Sumenep, Safrawi.
Menurutnya, Kebijakan tersebut dinilai kurang tepat. Pasalnya, relokasi tersebut tidak memiliki dasar hukum.
“Sejauh ini kami kami belum menemukan dasar hukum yang mengatur soal relokasi PKL, baik berupa peraturan daerah (Perda) maupun peraturan bupati (Perbub),” katanya, Jumat (29/7/2016).
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep, Jumat (8/7/2016), resmi merelokasi sebanyak 323 PKL yang bisa mangkal di Taman Adipura ke Lapangan Giling. Sehingga saat ini PKL tidak lagi berjualan di tempat semula.
“Mestinya sebelum direlokasi pemerintah terlebih dahulu mencari dasar hukum. Kalau seperti ini, bisa menjadi presiden buruk karena pemerintah terkesan asal-asalan dalam menentukan kebijakan,” jelasnya.
Advokad muda itu mengatakan, akibat tidak mempunyai landasan hukum berdampak kepada kesejahteraan PKL. Karena diyakini pendapatan PKL saat ini semakin kecil dibandingkan saat berjualan di area taman bunga. Selain itu, juga membuat lalau lintas macet. Itu akibat tempat PKL saat ini tanpa ada kajian lalu lintas.
Dikatakan, meskipun nantinya akan dimasukkan kedalam Lapangan, juga berpotensi akan bermasalah. Sebab, dinilai bisa meniadakan budaya madura seperti sapi kerap maupun sapi sonok tingkat kewedanan.
“Setiap kebıjakan yang tidak berdasarkan kajian, pasti bisa merugikan kepada masyarakat,” tegasnya.
Oleh sebab itu, Safrawi meminta Pemerintah Daerah untuk mengaji ulang soal relokasi PKL. Sehingga antara pemerintah daerah dan masyarakat tidak ada yang dirugikan.
“Kalau misalnya lapangan giling akan dipindah ke Bluto itu tidak elik. Masak kewedanan mau diletakan dI tingkat Kecamatan. Ini kan tidak logis,” tegasnya. (Jd)