Destinasi Wisata di Sumenep Masih Ditutup Dinilai Sebuah Oligarki Nagih Janji Kebijakan Yang Dikorupsi  

oleh -121 views
oleh
https://seputarmadura.com/wp-content/uploads/2020/05/Destinasi-Wisata-di-Sumenep-Masih-Ditutup-Dinilai-Sebuah-Oligarki-Nagih-Janji-Kebijakan-Yang-Dikorupsi-.jpg
Dok.

Seputarmadura.com, Sumenep, Sabtu 30 Mei 2020- Destinasi wisata hingga kini masih ditutup oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep, Madura, Jawa Timur. Kebijakan ini menuai kontroversi dan dinilai sebuah oligarki nagih janji kebijakan yang dikorupsi.

Sebab, kebijakan yang baru diberlakukan ditangan wabah covid-19 itu dinilai bisa mematikan dunia pariwisata, sekaligus berdampak pada peningkatan ekonomi. Banyak karyawan, semisal yang sebelumnya bekerja di tempat destinasi wisata dan perhotelan yang terpaksa di rumahkan.

Berbeda dengan warung kopi atau dikenal caffe yang kabarnya tetap beroperasi ditengah kebijakan pemerintah baru diterapkan. Wajar, kondisi tersebut menyebabkan ketersinggungan bagi pengelola destinasi wisata.

Padahal tujuan awal dikelolanya pariwisata tiada lain demi memajukan dan meningkatkan sektor perekonomian. Itu selaras dengan Pasal 4 UU No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan yang menegaskan “Kepariwisataan bertujuan untuk pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat”.

“Jika putra daerah yang mau berkontribusi pemikiran dalam penjagaan ekonomi dan langkah penanggulangan covid-19 di Sumenep saja dihambat dan dikhianati, lalu apa namanya jika bukan Oligarki Nagih Janji, Kebijakan Dikorupsi,” kata Syaiful Anwar, Juru Bicara Paguyuban Pelaku Pariwisata Sumenep, sebagaimana rilis yang diterima media ini, Sabtu, 30 Mei 2020.

Dulu kata Syaiful, Pemerintah Daerah mengajak masyarakat untuk membangun destinasi wisata, bahka disebut pelopor yang mensukseskan Visit and Investment Sumenep. Kini semuanya berubah.

“Sederhananya, disaat regulasi pemkab Sumenep tidak mendukung investasi yang kondusif, kita yang mengalah. Sumenep tanpa investor juga masih bisa hidup, mereka masih bisa bancakan anggaran pembangunan. Apalagi di kondisi bencana nasional covid-19 bancaan makin bisa dimainkan. Faktanya, dibutuhkan orang yang gila investasi di Sumenep, hanya orang nekat dan gila yang mau melakukannya. Jika birokrasi lelet dan ruwet, regulasi kacau balau, tidak ada jaminan keamanan investasi dari pemkab, market sangat kecil, daya beli masyarakat rendah,” jelasnya.

Padahal sebagai putra daerah, kata dia, menjadi harapan, namun apa yang terjadi satu persatu tumbang karena pemkab tidak bisa menghargai.

Berdasarkan Survei Sentimen Pasar Hotel dan Restoran Indonesia terhadap Pengaruh Wabah Covid-19 pada bulan Maret 2020 (PHRI dan Howath HTL), tingkat okupansi hotel turun 25-50% dengan total pendapatan turun pada kisaran 25-50%. Demikian pula pada sektor restoran, total pendapatan turun 25-50%. Peneliti Fornano & Wolf (Corona and Macroeconomic Policy, 2020), menyebutkan bahwa “the coronavirus outbreak will cause a negative supply shock to the world economy, by forcing factories to shut down and disrupting global supply chains”.

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) kemudian mengabstraksikan hasil penelitian Fornano & Wolf tersebut dalam bahasa yang lebih  sederhana bahwa pandemi COVID-19 ini diprediksi akan menyebabkan guncangan sisi penawaran-permintaan yang meliputi penurunan produksi barang – penurunan pendapatan – gelombang pemutusan hubungan kerja – penurunan daya beli – penurunan permintaan atas barang.

Apalagi lanjut Syaiful, dalam Undang-undang yang lain yakni UU no 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana disebutkan setiap orang berhak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan bencana, khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya; melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme yang diatur atas pelaksanaan penanggulangan bencana; setiap orang yang terkena bencana berhak mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar dan setiap orang berhak untuk memperoleh ganti kerugian karena terkena bencana yang disebabkan oleh kegagalan konstruksi.

“Namun semua itu hanyalah sekedar amanat undang-undang, yang dikorupsi karena Oligarki sedang nagih janji. Kondisi dengan statement ngawur dan tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Peristiwa ini semakin menampilkan wajah pemerintahan di Kabupaten Sumenep yang tidak bersinergi dengan semua pihak dan tumpang tindih kebijakan karena konflik sektoral antar instansi dikalangan Pemerintah,” tukassnya. (Rls)

No More Posts Available.

No more pages to load.