Seputarmadura.com, Pamekasan, Rabu 24 Mei 2017- Puluhan warga didominasi isteri nelayan Dusun Duko, Desa Tanjung, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan, Rabu (24/5/2017) berunjuk rasa ke Mapolres setempat.
Mereka menuntut kepolisian mengusut tuntas penguasaan tanah negara di desa mereka yang dilakukan oleh PB salah satu oknum pengusaha non pribumi di kota itu padahal telah dilaporkan ke SPKT Polres Pamekasan pada tahun 2007 silam.
Dugaan penyerobotan tanah itu berawal dari diterbitkannya surat hak guna pakai atau hak garap oleh Kemendagri kepada PT Wahyu Jumiang pada tahun 1988, namun tanah tersebut tidak pernah digarap atau dimanfaatkan sampai berakhirnya masa berlaku sertifikat hak garap no 2 dengan surat ukur no 394 pada tahun1998.
Dan tiba-tiba pada tahun 2001, BPN Pamekasan menerbitkan sertifikat atas tanah seluas 15 ha tersebut sebagai hak milik H Syafi’ bersama istri, anak dan saudaranya, warga Desa Padelegan bukan warga Desa Tanjung yang kemudian diketahui tanah itu telah dikuasai PB.
Nur Faizal mewakili sejumlah warga nelayan dalam orasinya mengatakan, terbitnya sertifikat itu jelas menyimpang dan patut diduga sarat dengan korupsi, kolusi dan nepotisme.
“Jelas ini ada bau kolusi, korupsi, nepotisme karena diberikan ke satu keluarga bukan warga Desa Tanjung tapi warga Desa Padelegan, mereka adalah antek dari Pang Budianto yang sudah banyak menelan habis tanah-tanah negara,” ungkapnya.
Lahan milik negara tersebut tambah Nur Faizal, semula banyak dimanfaatkan untuk tambatan perahu nelayan namun sejak dikuasai oleh PB, para nelayan dilarang menambatkan perahu di tempat itu lagi.
“Kalau ini dibiarkan kami khawatir akan menimbulkan konflik horisontal bahkan konflik SARA dan apabila ini terjadi maka penegak hukum (kepolisian.red) pun haruslah bertanggung jawab,” teriaknya.
Setelah menggelar aksi unjuk rasa dan orasi di sisi selatan Mapolres, sejumlah perwakilan pengunjuk rasa kemudian diterima oleh Wakapolres Pamekasan Kompol Harnoto didampingi Kanit Tipikor Iptu Anwar Subagyo di ruang pertemuan Bhayangkara Polres Pamekasan.
Kompol Harnoto menegaskan, bahwa dengan adanya sertifikat hak milik tersebut pihaknya tidak bisa serta merta bertindak karena polisi hanya menangani kasus yang terkait dengan persoalan penindakan hukum pidana.
“Harus ada upaya hukum lain yang diambil jadi bukan semata-mata pidana karena panjangnya administrasi dan panjangnya waktu itulah salah satu hambatan kita, kalau itu bagian dari administrasi ya selesaikan secara administrasi, kalau ada unsur pidana, ada pemalsuan ini yang kita ungkap, nah ini yang belum kita dapatkan,” tegasnya. (Dre/Nita)