Seputarmadura.com, Sumenep, Jumat 13 April 2018- Nelayan Kecamatan Talango, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, mendatangi kantor Dinas Perikanan setempat, Jumat (13/4/2018).
Mereka mengadukan soal penangkapan ikan menggunakan alat tangkap cakar dan banyaknya nelayan luar daerah yang melakukan penangkapan di wilayah Talango.
“Tujuan kami kesini menolak terkait penggunaan alat tangkap menggunakan sarka’ (cakar) dan banyaknya nelayan dari luar yang menangkap ikan ke daerah kami,” kata salah satu nelayan, Sunahwanto, Jumat (13/4/2018).
Hal itu bertujuan untuk menjaga kepedulian ekosistem laut dan menjaga kelestarian sumber ikan.
Selain itu, nelayan setempat juga mengaku sudah hampir empat tahun tidak menggunakan alat tangkap tersebut, akhir-akhir ini tampaknya mulai digunakan oleh nelayan luar Kecamatan.
“Beberapa hari lalu, kita amati ada sekitar 50 jaring sarka’ beroperasi di perairan Talango, mereka semua berasal dari nelayan Kecamatan lain,” tuturnya.
Diketahui, di perairan Talango ada kawasan konserfasi padang lamun yang mendapatkan atensi dari Provinsi, sehingga dikhawatirkan akan merusan kawasan tersebut.
“Hal ini kita khawatirkan dapat merusak konservasi yang kami rintis. Oleh karenanya kami menggalang dukungan untuk gerakan peduli laut, kami di dukung 4 kepala Desa setempat,” tandasnya.
Bahkan pihaknya mengklaim, selain didukung para nelayan dan Kepala Desa, gerakan penolakan penggunaan alat tangkap sarka’ juga didukung oleh wakil rakyat setempat, termasuk Ketua DPRD yang juga berasal dari daerah yang sama.
“Kita berharap ada langkah tegas dari pihak terkait, dalam hal ini Dinas Perikanan dan Polairud, kita akan sampaikan surat ini (pernyataan sikap) ke mereka nantinya,” tandasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Perikanan Sumenep, Arief Rusdi mengungkapkan, berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 terkait dengan laut 0 sampai 12 Mil sudah bukan menjadi kewenangan Kabupaten melainkan sudah menjadi tanggungjawab Provinsi.
Persoalan alat tangkap sarka’, Arief menegaskan bahwa alat tersebut bukan merupakan alat terlarang (legal), artinya sesuai aturan alat tersebut diperbolehkan digunakan nelayan dengan beberapa ketentuan.
“Sarka’ ini kan ada dua macam, ada sarka’ aktif dan sarka’ yang pasif, alat sarka’ aktif pengoperasiannya menggunakan mesin, sementara yang pasif yang menggunakan tenaga tangan itu, seperti yang kerap digunakan nelayan kita,” katanya.
Lebih terperinci, sesuai aturan alat sakra’ aktif yang menggunakan tenaga mesin diperbolehkan beroperasi pada lokasi 1B (2,5 Mil kedepan), sementara untuk yang pasif bebes, karena pengoperasiannya manual dengan menggunakan tenaga manusia.
“Sarka’ pasif tidak apa-apa digunakan karena menggunakan tenaga manusia, kan tidak merusak itu. Ini yang perlu diberikan pemahaman untuk nelayan,” pungkasnya. (Fik/Nita)