Asta Syeh Anggasuto Dipenuhi Ratusan Warga Pada Upacara Nyadar di Sumenep

oleh -391 views
Asta Syeh Anggasuto Dipenuhi Ratusan Warga Pada Upacara Nyadar
Foto kiri : Kepala Desa Kebundadap Barat, Saronggi, Sumenep, Didik Hariyanto. Foto kanan : Pelaksanaan Upacara Nyadar

Seputarmadura.com, Sumenep, Jumat 8 September 2017- Asta Syeh Anggasuto dipenuhi ratusan warga untuk mengikuti upacara Nyadar atau Nyader (dalam sebutan bahasa madura) yang dilaksanakan di Desa Kebundadap Barat, Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, Jumat (8/9/2017).

Ada yang menyedot perhatian pada pelaksanaan Upacara Nyadar ini. Ternyata warga yang mengikuti upacara adat itu sebagian besar dari desa tetangga yakni Desa Pinggir Papas, Kecamatan Kalianget. Mereka datang bukan lewat darat, melainkan melalui jalur laut dengan menaiki perahu.

“Upacara adat Nyadar ini memang dilakukan di Desa Kebundadap Barat, Saronggi. Tapi sebagian besar warga yang ikut upacara tersebut adalah warga dari Desa Pinggir Papas, Kecamatan Kalianget,” kata Kepala Desa Kebundadap Barat, Saronggi, Sumenep, Didik Hariyanto, Jumat (8/9/2017).

Upacara Nyadar tersebut sebagai ungkapan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas pemberiaan berkah khususnya hasil dari panen garam dan rasa terima kasih terhadap leluhur warga Pinggir Papas. Nyadar diadakan di Desa Kebun Dadap Barat, Kecamatan Saronggi, karena disana terdapat sebuas Asta, Pesarean atau Makam leluhur warga Pinggir Papas yaitu Syeh Anggasuto, Syeh Kabesa, Syeh Dukon, dan Syeh Bengsa dimana diantara beliau adalah orang yang pertama kali menemukan garam dan menemukan cara pembuatan garam.

“Syeh Anggasuto ini merupakan sesepuh warga Pinggir Papas yang datang ke Pulau Madura dalam rangka menyebarkan Syiar Islam dan sekaligus penemu pertama kali mengenai garam dan cara membuat garam. Nyadar ini sebagai bentuk penghormatan terhadap beliau selaku pembawa rezeki,” paparnya.

Ia menuturkan, upacara Nyadar dilaksanakan dua kali dalam setahun. Untuk tahun ini, Nyadar digelar pada bulan Agustus dan September. “Nyadar dilakukan saat bulan terang, seperti hari ini,” ujarnya.

Didik mengungkapkan, setiap pelaksanaan upacara Nyadar, selalu mengundang perhatian masyarakat. Tidak hanya dari Sumenep sendiri, bahkan dari Pamekasan dan Sampang pun juga datang.

“Mereka ingin melihat langsung upacara Nyadar tersebut. Dan kami juga bersyukur selama bertahun-tahun upacara Nyadar berlangsung aman dan lancar, meski ratusan warga berbondong-bondong datang ke lokasi ini,” tukasnya.

Selama pelaksanaan Nyadar akan ditemukan penyatuan 2 Budaya dari 2 Kepercayaan dan Keyakinan yaitu antara Agama Islam dan Hindu. Hal ini dikarenakan nenek moyang warga Pinggir Papas itu adalah Pasukan Bali yang menetap disana. Sehingga ada 2 budaya yang melekat pada pelaksanaan Nyadar tersebut.

Menurut sejarah pada masa itu ada pasukan dari Bali yang hendak menyerang Keraton Sumenep tetapi mereka terdesak dan mundur mereka bersembunyi di Desa Pinggir Papas. Disaat itu Pangeran Anggasuto menyelamatkan mereka dan mereka menetap disana.

Ssuatu hari Pangeran Anggasuto bingung karena para warga Bali tersebut tidak bisa menemukan mata pencaharian atau pekerjaan untuk berlangsungnya hidup disana, maka berdoa Pangeran Anggasuto kemudian beliau berjalan disekitar pantai tiba-tiba dikagetkan oleh ombak yang menyerang beliau sehingga basahlah kaki dan pakaian bagian bawah beliau dan anehnya lagi bekas telapak kaki di pasir pantai dan air ombak yang mengenai kaki dan pakaian beliau tiba-tiba menjadi serbuk putih kemudian Pangeran Anggasuto mengambilnya dan mencium semakin penasaran akhirnya dicicipi dan disaat itu beliau berkata “Accen” dalam bahasa Madura dan dalam Bahasa Indonesia itu adalah Asin maka dinamakanlah Buje atau dalam Bahasa Indonesia adalah garam. (Ra2/Nita)