Seputar Madura

Aturan Mendagri, Rugikan Kelompok Tani

Seputar Madura, Sumenep (26 Juli 2016)- Penerapan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 14/2016 Tentang Pedoman Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari APBD, dinilai merugikan kelompok tani (Poktan). Sebab, akibat aturan tersebut semua Poktan di Sumenep, Madura, Jawa Timur tidak bisa menerima bantuan berupa bansos, lantaran badan hukum Poktan belum genap berumur tiga tahun.

”Prinsipnya semua aturan itu haus ditegakan. Tapi jangan sampai ada salah satu yang dirugikan,” kata, Ketua Peguyuban Pemerhati Kelompok Tani (P2KT) Sumenep, Zaenuri, Selasa (26/7/2016)

Ia menerangkan, bantuan hibah di Dinas Peternakan misalnya, sekitar Rp2,5 miliar dana bantuan hibah yang dibiayai dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) tahun 2016, tidak bisa dicairkan. Itu akibat BH poktan di Sumenep belum genap tiga tahun.

Selain itu, adanya pengalihan bantuan hibah dilingkungan Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun), dari awalnya bantuan berupa permodalan, saat ini dialihkan kepada bantuan sarana.

Padahal, bantuan hibah permodalan bagi masyarakat Sumenep sangat dibutuhkan guna untuk meningkaptkan produktifitas dan kualitas tembakau. Mengangingat daun emas di Sumenep menjadi tanaman primadona. Tahun ini bantuan permodalan sebesar Rp5 miliar.

Tidak hanya itu, amanah Permendagri Nomor 14/2016 Tentang Pedoman Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari APBD, juga berimbas terhadap bantuan sosial yang lain.

Seperti bantuan berupa barang juga tidak diperbolehkan diberikan kepada poktan. Akibatnya, bantuan tersebut sejak tahun ini hanya dihak pakaikan kepada poktan. Sementara poktan mempunyai kewajiban untuk memberikan retribusi kepada pemerintah daerah.

”Ini yang membuat kami bingung, padahal semua poktan telah dilakukan verifikasi. Sertifikatnyapun diakui oleh pemerintah daerah. Dalam sertifikat sudah ada tandatangan Pak Sekda,” jelasnya.

Baca Page 2 : Ketua Fraksi Demokrat DPRD SumenepPermendagri Merugikan Petani

Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Sumenep Idra Wahyudi mengatakan, prinsipnya peraturan yang dibuat oleh pemerintah demi kemaslahatan bersama. Namun, mekanisme pemberian bantuan dinilai sangat rumit.

”Sekarang aturan alakikasi bansis dan hibah semakin rumit, tidak seperti kertiak dulu masa Pak SBY, yang penting legalitas kelembangaan jelas, kelompoknya jelas, dan memenuhi kriteria maka langsung cair,” katanya.

Dikatakan, pemberlakuan BH bagi Poktan masih menjadi tanda tanya, pasalnya diantara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah tingkat satu Provinsi Jawa Timur tidak sama.

Pemerintah Provinsi Jawa Timur menilai Poktan tidak usah menggunakan BH, lantaran legalitasnya jelas. Sementaran pemerintah pusat menganggap Poktan apabila akan menerima bantuaan harus ber BH minimal berumur tiga tahun.

”Saat melakukan rapat, kami melontarkan pertanyaan soal BH. Semua jabawan masih kontra produktif. Dari biro hukum Jatim menanggapi tidak ada istilah kelompik tani ber BH, sementata dari kemendagri mengatakan harus ber BH,” jelasnya.

Dikatakan, akibat persoalan tersebut dinilai membuat polemik baru, khususnya bagi poktan. Sebab, untuk membuat BH poktan harus mengeluarkan biaya cukup mahal, anatara kisaran Rp1,7 hingga Rp2 juta.

”Kami juga telah melakukan konsultasi ke Kemendagri, hasilnya Poktan tidak harus ber BH. Karena keberadaan mereka sudah diakui dengan bukti sertifikat kelompok dan teregistrasi dari institusi pemerintahan yang diakui,” tegasnya.

Kepala Bidang Perkebunan Dishutbun Sumenep, Joko Suwarno membenarkan hal itu. Meskipun bantuan permodalan sangat dibuthkan oleh petani, namun tidak bisa berbuat banyak. Karena mikanisme yang ditetapkan oleh pemerintah sudah tidak diperbolehkan.

Oleh sebab itu, Dishutbun tahun depan akan memberikan bantuan kepada pokan berupa pembuatan BH. ”Tahun depan kami programkan pembuatan BH bagi poktan, sasarannya sebanyak 100 poktan,” tegasnya. (Jd)